Oleh: Gunawan
Tulisan singkat dan
sederhana berikut ini terinspirasi dari salah satu video yang saya tonton di
youtube pada Sabtu, 12 Agustus 2017. Sayang rasanya, bila saya hanya menikmatinya
seorang diri. Untuk itu perlu juga saya sampaikan kepada Anda sekalian,
walaupun mungkin ada di antara Anda yang sudah mengetahui ceritanya. Dan,
sebenarnya, video ini sudah lama diunggah, yaitu sejak 2011. Namun, saya baru
menontonnya kini.
***
Aceng, itulah ia biasa
dipanggil dan dikenal oleh orang-orang di sekitarnya. Seorang lelaki yang sejak
lahir tidak memiliki sepasang tangan. Bahkan, menurut penuturannya dalam video
tersebut, ia juga sempat tidak diakui oleh orangtuanya sendiri sebagai anak
kandung. Saking “bencinya” orangtua kepada dirinya, hingga ia pun hendak
dibunuh oleh keduanya (baca: orangtuanya), begitulah ungkapnya dalam vedio
tersebut. Jujur, saya sendiri terharu dan sedih ketika mendengar ceritanya
tersebut.
Tak hanya itu, mulai
beranjak anak-anak, remaja hingga dewasa, ia pun dianggap remeh oleh
teman-teman dan/atau orang-orang di sekitarnya. Bahkan, tidak sedikit
teman-teman yang mencemoohkannya. Namun, ia tak pernah patah semangat, minder,
atau pun rendah diri. Suatu saat, ia akan membuktikan kepada orang lain, bahwa
dirinya tak kalah hebat dengan orang-orang normal seperti biasanya. Ya, ia
menganggap, bahwa justru ejekan dan pandangan meremehkan dari orang-orang
normal membuatnya menjadi lebih bersemangat untuk membuktikan kemampuan dan
prestasinya. Begitu tuturnya.
Dan, terbukti bahwa apa
yang menjadi tekadnya, ia pun bisa berkarya, hingga orang-orang di sekitarnya
kembali mengaguminya. Salah satu keahliannya adalah mampu bermain gitar dengan
hanya menggunakan kedua kakinya. Akibat keahliannya tersebut, ia pun
mendapatkan penghargaan atau Rekor MURI, dan juga sebagai seorang Gitaris Tanpa
Tangan yang meraih The Best Bass Player.
Yang membuat saya
terkagum-kagum dengan pria asli Wonosobo, Jawa Tengah tersebut, ternyata ia
belajar bermain gitar dengan jangka waktu yang cukup lama. Ya, kurang lebih
enam tahun ia belajar bermain gitar secara autodidak. Waktu yang tidak
sebentar, menurut saya. Ia tetap bersemangat dan menikmati proses belajar
bermain gitar tersebut. Salah satu motivasinya, adalah ia ingin menunjukkan
kepada orang-orang, bahwa orang yang tidak normal secara fisik pun (difabel)
seperti dirinya bisa juga melakukan itu. Spirit dan motivasi itulah yang
mengantarkannya hingga menjadi salah satu inspirator bagi orang-orang di
sekitarnya.
Saya sendiri tak bisa
membayangkan, selama kurang lebih enam tahun, ia belajar bermain gitar, tanpa
ada rasa bosan sama sekali. Juga, hanya menggunakan kaki. Namun, Tuhan tak
pernah tidur. Tuhan pasti akan memberikan sesuatu, bila hamba-Nya mau berusaha
dengan sungguh-sungguh. Buktinya, pria yang bernama lengkap Albertha Aceng Dani
Setyawan tersebut bisa melakukannya.
Sebuah kisah dan
pelajaran hidup yang luar biasa, menurut saya. Kita tak boleh menganggap remeh
orang lain. Setiap orang pasti mempunyai kelebihan masing-masing. Demikian juga
kekurangan, pasti juga dimiliki oleh tiap individu. Di sinilah letak keadilan
Tuhan.
Saling mengisi dan
membantu bila ada orang lain yang memiliki kekurangan di satu sisi, ini jauh
lebih baik dan harus kita lakukan. Sebab, kita juga pasti punya kekurangan dan
membutuhkan bantuan dari orang lain juga.
Kita bisa belajar dari
kisah dan pengalaman Aceng di atas. Apalagi sebagai orang yang normal, sudah
pasti harus bisa memaksimalkan potensi yang ada. Jangan pernah menyerah dan
putus asa. Raihlah apa yang kita inginkan dengan berusaha sungguh-sungguh dan
memaksimalkan kemampuan yang ada, sembari berdoa kepada Tuhan agar diberi
keberkahan atas apa yang kita kerjakan.
Malulah kita sebagai
orang yang memiliki fisik normal, namun hanya bisanya duduk berpangku tangan,
bermalas-malasan, tanpa mau berusaha dan bekerja untuk keberlangsungan hidup
ini. Bila perlu jadilah inspirasi dan teladan bagi orang-orang di sekitar kita,
seperti kisah sang gitaris tanpa tangan di atas.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert