Oleh: Gunawan
Guru merupakan salah
satu profesi yang sangat mulia. Sebab, gurulah yang mampu membimbing dan
mendidik anak didiknya hingga bisa membaca, menulis, menghitung, dan lainnya.
Ya, guru mempunyai andil besar dalam membangun peradaban bangsa ini.
Guru merupakan pencetak
generasi bangsa. Gurulah yang menjadi tumpuan suatu bangsa untuk melahirkan
generasi yang berakhlak dan berbudi luhur. Mereka merupakan panutan dan sosok
yang menjadi teladan, tidak hanya di lingkungan sekolah, namun juga di
lingkungan masyarakat.
Saya percaya, bahwa
tanpa guru kita semua tidak bisa mengenal aksara. Tanpa guru, kita tidak akan
bisa mengenal baca, tulis, dan hitung. Semuanya, tidak lain, karena ada
keterlibatan guru.
Tidak ada yang namanya
seorang profesor, tanpa seorang guru. Tidak yang namanya gubernur, tanpa ia
belajar dan menimba ilmu dari seorang guru. Ya, semua orang hebat, yang kita
lihat di negeri ini, pasti ada keterlibatan guru yang membimbing dan
mendidiknya sebelum itu. Itu semua karena jasa guru.
Guru mempunyai tanggung
jawab yang “tidak terbatas.” Inilah, salah satu alasan, menurut saya, mengapa
guru dikatakan sebagai profesi yang mulia.
Bila kita menengok ke
belakang. Misalnya, ketika sekolah dasar. Senakal apa pun kita, guru tetap saja
mau membimbing dan mendidik. Ketika kita menangis, guru dengan cepat-cepat
bergegas untuk mendiamkan kita. Bahkan, ketika kita ingusan, guru rela
membersihkan ingusan kita, tanpa ada rasa jijik.
Mereka (baca: guru)
tidak pernah merasa mengeluh. Tidak ada dalam kamus kehidupan guru yang namanya
rasa berat hati, apalagi sampai membiarkan anak didiknya tidak terurus. Tidak
hanya berhenti sampai di sekolah, guru pun tetap mau mengontrol anak didiknya
ketika bergaul di lingkungan masyarakat.
Andai saja kita mau
mengelilingi sekolah-sekolah, khususnya yang ada di pelosok, pasti akan
ditemukan, bagaimana perjuangan seorang guru dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya. Mereka tetap berusaha semaksimal mungkin, bagaimana supaya
anak didiknya bisa menjadi orang yang sukses dan hebat, menggapai apa yang
dicita-citakannya.
Walau gaji pas-pasan,
mereka tetap mau meluangkan waktunya untuk memberikan pengetahuan kepada anak
didiknya. Gaji dan honor yang tidak seberapa bahkan jauh dari kata cukup, bukanlah
menjadi hambatan buat mereka (baca: bagi guru honorer atau sukarela) untuk
mengabdikan dirinya, demi mencetak generasi bangsa yang berakhlak baik.
Betul memang, walau
gaji terbatas, mereka tetap setia dengan tugas dan tanggung jawabnya. Bahkan,
banyak di antara mereka sepulang sekolah/mengajar yang mencari nafkah tambahan
dengan bekerja sebagai penjual keliling kampung, berladang, berkebun, tukang
ojek, dan lainnya. Sebab, gaji atau honor yang mereka dapatkan dari mengajarnya
tidak mencukupi, bahkan jauh dari kata cukup. Ini juga yang terjadi di kampung
asal saya (desa Bumi Pajo, kecamatan Donggo, kabupaten Bima, Nusa Tenggara
Barat).
Semoga para guru di
tanah air ini selalu diberikan kesehatan oleh Yang Maha Kuasa. Sehingga, bisa
terus mengabdi dan menjalankan tugas dan kewajibannya untuk mencetak generasi
yang berakhlak terpuji dan cerdas.
Wahai guru, engkaulah
harapan bangsa ini. Teruslah menularkan pengetahuan dan ilmumu kepada generasi
penerus. Teruslah mencetak pemimpin-pemimpin yang tidak hanya cerdas dalam
aspek kognitif, namun juga cerdas dalam berakhlak dan bertindak. Lahirkanlah
pemimpin-pemimpin yang berhati mulia dan berakhlak terpuji.
Janganlah pernah
berhenti untuk mendidik dan membimbing anak didikmu, walau gaji pas-pasan.
Percayalah, bahwa Tuhan akan membalas semua kebaikan dan jasamu. Mengabdilah
atas dasar cinta dan hati yang tulus. Insya Allah, semuanya akan bernilai
ibadah di sisi-Nya.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert