Oleh: Gunawan
Salah satu narasumber
pada Kopdar IV SPN di ITS Surabaya lalu adalah Much. Khoiri. Beliau
menyampaikan materi tentang “Menulis Buku untuk Warisan: Jangan Mati sebelum
Menulis Buku.” Materi ini sebenarnya, bukan materi yang direkomendasikan oleh
panitia. Sebab, dari panitia seharusnya materi tentang “Kiat Menerbitkan dan
Memasarkan Buku.” Ya, walaupun di sela-sela menyampaikan materi tersebut,
beliau juga sempat menyinggung sedikit tentang hal ini.
Tetapi, bukan persoalan
ini yang ingin saya bahas melalui tulisan singkat ini. Namun, ada hal lain.
Apakah itu? Berikut saya akan jelaskan.
Ketika beliau sedang
membahas terkait dengan enam jurus penting dalam kaitannya dengan menulis
(belajar menulis, mulai menulis, menulis buku, menulis buku laris, menjual buku
karya sendiri, dan manajemen writerpreneurship),
beliau sempat menyinggung, bahwa bila Anda mau menentukan judul naskah/buku
maka tentukan/tulislah judul yang unik. Dan salah satu judul yang sempat beliau
bahasakan kala itu adalah “Menulis Buku Mencegah Poligami.” Ini juga merupakan
rencana judul buku beliau selanjutnya.
Jujur, ketika mendengar
judul buku tersebut, yang katanya akan dijadikan judul bukunya sendiri, saya
langsung berkontemplasi. Wah, ini apa maksudnya? Gumam saya dalam hati. Menulis
Buku Mencegah Poligami? Apakah betul?
Saya kurang tahu,
berupa apa isi buku beliau ini nantinya. Apakah isinya berdasarkan hasil
penelitian yang mendalam? Ataukah hanya sekadar dari pengalaman pribadi saja,
oleh karena beliau selalu menulis tanpa jeda tiap hari hingga pada akhirnya
tidak sempat berpoligami? Hehehe. Nanti kita lihat bersama isi bukunya. Semoga
cepat rampung pak EmCho. Tidak sabar saya menanti bukunya. Hehehe.
Terkait dengan rencana
judul buku beliau tersebut, saya ingin mencoba melihat dari kacamata saya.
Memang, menulis itu memerlukan amunisi yang cukup. Maksudnya adalah harus ada
ide. Nah, ide inilah yang akan dikembangkan menjadi sebuah tulisan yang utuh.
Sebagai seorang penulis tentu hal ini pasti tahulah.
Oleh karena profesinya
sebagai penulis, maka tentu aktivitas hariannya berkaitan dengan menulis. Untuk
menghasilkan tulisan yang “berbobot/bermutu” maka sudah pasti seorang penulis
harus rajin membaca. Dari sini seorang penulis akan semakin banyak dan kaya
akan pengetahuan. Sebab, ia terus membaca untuk mengupdate informasi dan
pengetahuan baru. Sehingga, dari pengetahuan dan ilmu yang dipelajari/dibaca
itulah maka ia akan semakin dewasa dalam segala hal. Ia akan semakin tahu, apa
tujuan, makna dan hakikat hidup yang sebenarnya. Termasuk, persoalan poligami
seperti yang beliau maksud. Barangkali, seperti itu gambaran umum dan
maksudnya. Ini hanya perspektif saya saja, pak EmCho. Tenang. Hehehe.
Namun, bila toh nanti
isinya tidak seperti itu, maka pak EmCho harus melakukan riset yang cukup
mendalam. Apakah betul, para penulis yang sudah pernah menulis buku itu dapat
mencegah dirinya dari berpoligami? Siapa tahu ada penulis yang sudah
berpoligami, apakah di Indonesia atau di luar negeri. Sekali lagi, ini perlu dilakukan
riset.
Memang sih, judul buku
yang unik itu penting. Asalkan sesuai dengan isinya. Sebab, ini juga barangkali
salah satu cara agar orang lain penasaran dengan isi bukunya. Sehingga, orang
tersebut mau membaca, membaca, dan membacanya.
Dan menurut saya, bila
nanti pak EmCho tetap “Menulis Buku Mencegah Poligami” sebagai judul bukunya,
ini kurang umum. Sebab, ini sasarannya hanya untuk yang sudah berkeluarga. Bila
kata poligaminya dimaknai secara harfiah. Sementara, konsumen (pembacanya)
tidak hanya orang tua/yang sudah berkeluarga. Tetapi juga, banyak anak muda, terutama mahasiswa.
Sehingga, kalau jangkauannya luas maka nanti bukunya pasti laris dan best seller. Aamiin. Bagaimana bila ada
yang bertanya, apakah menulis buku dapat mencegah seseorang dari “berpacaran
dan berselingkuh?” Nah, ini perlu dimasukan dalam isi bukunya juga.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert