Oleh: Gunawan
Bukan lagi menjadi
rahasia, bahwa orang Indonesia adalah orang yang banyak berbicara. Suka
berargumentasi atau suka berteori. Sebaliknya, minim dalam berkarya tulis.
Persoalan debat ini dan itu, Indonesia sudah pasti jawaranya. Namun, jika
berkaitan dengan karya tulis, Indonesia masih jauh ketinggalan.
Budaya lisan masih
mendominasi masyarakat Indonesia. Tidak hanya pada masyarakat awam. Di dalam
lingkungan pendidikan formal pun, budaya lisan masih mengungguli ketimbang
budaya tulisan. Kita bisa lihat contohnya, di sekolah-sekolah, sangat sedikit
kita lihat guru-guru yang membiasakan diri untuk menulis (di luar rutinitas
hariannya di sekolah).
Guru yang membiasakan
diri untuk berkarya tulis masih bisa dihitung jari di sekolah-sekolah yang ada
di Indonesia. Bahkan, ada kecamatan yang sekolah-sekolahnya tidak ditemukan
seorang guru pun yang telah melahirkan buku (karya tulis). Contohnya, di
berbagai sekolah di desa dan kecamatan sebagai tempat domisili orang tua saya
(desa Bumi Pajo, kec. Donggo, kab. Bima). Dulunya, belum ada seorang guru pun
yang mampu menulis buku atau karya tulis lainnya. Saya kurang tahu pasti,
apakah hal demikian masih juga terjadi sampai sekarang.
Di lingkungan perguruan
tinggi pun demikian. Jangankan mahasiswa, dosen pun masih banyak yang tidak membiasakan
dirinya untuk berkarya tulis. Justru yang mendominasi di kalangan mahasiswa dan
dosen adalah budaya lisan. Padahal, bila di antara mahasiswa dan dosen yang
dimaksud mau membiasakan dirinya untuk menulis dan menelurkan karya tulis, baik
berupa buku atau pun lainnya, maka dunia pendidikan kita semakin bagus dan
berkembang.
Sudah saatnya kita
sekarang mengubah pola pikir. Iya, pola pikir kita perlu ditata ulang. Kita
harus membiasakan diri untuk berkarya tulis. Jangan sampai sebaliknya, kita
hanya jago dalam berteori, namun minim dalam berkarya tulis (tulisan). Mari
kita mencoba membangun peradaban bangsa ini dengan budaya tulisan. Insyaallah, berkah.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert