Oleh: Gunawan
Sahabat seperjuangan
saya yang satu ini, namanya Hamdin. Ia adalah sosok yang kalem, tidak banyak
bicara, sederhana, dan tawaduk (rendah hati). Inilah di antara yang saya suka
darinya, yaitu tidak banyak bicara, dan kalau pun ia berbicara maka bicaranya
yang inti-intinya saja, alias tidak basa-basi. Saya salut dan suka sekali
dengan kepribadiannya.
Sama juga dengan dua
sahabat yang saya bahasa tuliskan sebelumnya, ia juga sama-sama meninggalkan kampung
halaman dan merantau ke kota Anging Mamiri (Makassar) untuk menimba ilmu.
Spiritnya untuk belajar dan belajar sangat tinggi. Ia adalah salah satu tipe
orang yang sangat rajin berhadapan dengan layar laptop dan menggerakkan
jari-jemarinya. Hampir tiap kali saya mengunjunginya di kos, jarang saya
melihatnya tidak memegang dan membaca buku. Ya, ia adalah salah satu dari sekian
sahabat saya yang kutu buku. Sehingga, tidak heran adik-adiknya (Saiful dan
Tajrin) yang tinggal bersama dengannya dulu juga ikut kena virus kutu buku.
Sesungguhnya, cerita
mengenai pengalaman dan kehidupannya di tanah perantauan dulu tidaklah jauh
berbeda dengan saya dan sahabat-sahabat lainnya. Pahit dan berbagai tantangan
seringkali ia juga alami di kala itu. Namun, lagi dan lagi, tidak ada istilah
kata putus asa dan menyerah. Selalu dan bersama-sama, ia dan kami
menghadapinya.
Ya, itulah yang membuat
saya senang dan bangga ketika sama-sama berada di tanah perantauan dulu, yaitu
sama-sama saling memotivasi dan menyemangati di antara sesama untuk tetap
semangat, sabar dan tabah dalam menjalani setiap kehidupan di tanah Daeng
tersebut. Sebab, bagi ia dan tentu juga kami semuanya, saling memotivasi dan
menyemangati satu sama lain adalah modal utama untuk memupuk spirit.
Persoalan perkuliahan, kala
itu ia mengambil jurusan Kesehatan Masyarakat pada salah satu Universitas di
kota Makassar. Jadi, antara ia dengan sahabat-sahabat lainnya, termasuk saya,
tidak ada yang satu jurusan. Semuanya mengambil jurusan yang berbeda-beda.
Sesuai dengan nama jurusan yang diambil olehnya, ia merupakan orang yang selalu
menjaga kesehatan, terutama kamar kosnya. Tidak heran, ketika saya silaturahim
ke kosnya selalu kelihatan bersih.
Untuk mengasah kemampuan
dan atau berbagi pengalaman di antara sesama sahabat, biasanya kami melakukan
kajian atau diskusi rutin di area kampus. Kami biasa melakukannya minimal
sekali dalam seminggu. Kegiatan semacam inilah yang membuat persahabatan ia,
saya, dan lainnya semakin erat layaknya saudara kandung.
Pria yang menjagokan
klub sepakbola Barcelona ini, merupakan salah satu orang yang menggagas
sehingga berdirinya organisasi IPMI Makassar, yang sekarang dikenal dengan WTC
(Wadu Tunti Community) Makassar. Ia juga merupakan Sekretaris Umum pertama di
organisasi yang dimaksud.
Ayah satu anak ini,
kini sedang melanjutkan studi Magister (S2) di Universitas Muslim Indonesia
(UMI) Makassar pada jurusan Kesehatan Masyarakat. Di samping kuliah, bersama
istrinya, ia juga sekarang sedang mengembangkan bisnis atau usahanya sendiri di
kota Makassar. Luar biasa. Saya salut dan bangga sekali padanya.
Sosok pekerja keras dan
kutu buku ini, di samping sebagai sahabat, juga sebagai salah satu guru saya.
Bersyukur rasanya karena memiliki sahabat sekaligus guru seperti dirinya. Tentu,
saya harus berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkan saya banyak hal
selama ini, walaupun tidak secara langsung dan terang-terangan. Ya, diam-diam
saya sering berguru padanya. Semoga saya mampu mengikuti jejak langkah hidupnya
yang begitu tegar, pekerja keras, pantang menyerah, dan tidak mudah putus asa.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert