Oleh: Gunawan
Muhidin, namanya. Ia
merupakan salah satu sahabat seperjuangan saya sejak SD. Saya masih ingat
betul, bahwa dulu kami sering bermain bersama, baik di lingkungan sekolah
maupun ketika pulang dari sekolah. Bahkan, kami juga sempat menamakan diri
sebagai grup DKI Kw. Ada-ada saja. Hehehe. Di mana, Anwar (salah seorang
sahabat) adalah sebagai Dono, saya sendiri sebagai Kasino, dan Muhidin adalah
sang Indro. Entah mengapa penamaan tersebut muncul kala itu. Saya benar-benar
lupa.
Sepulang sekolah,
hampir setiap hari kami bermain bersama-sama. Saking eratnya hubungan
persahabatan kami bertiga tersebut, hingga tidur di malam hari pun, kadang
bergiliran tempat. Maksudnya, misalnya malam ini di rumah saya, besok di
rumahnya Anwar, dan lusa di rumahnya Muhidin. Namun, lebih sering di rumahnya
Anwar dan Muhidin.
Setiap selesai musim
panen kedelai, kami sering mencari jamur kedelai (istilahnya di kampung saya
adalah “kabubu”) untuk kami santap
ketika malam hari tiba. Itulah yang kami lakukan kala itu, mencari sesuatu
untuk dinikmati secara bersama-sama.
Singkat cerita, setelah
tamat SD, kami berpisah. Kami tidak lagi satu sekolah. Secara terpisah, kami
harus berjuang dan berusaha untuk menimba ilmu dengan sungguh-sungguh di tempat
sekolah masing-masing. Saya sendiri berada di daerah lain, jauh dari kampung
halaman. Tentunya kami tidak bisa lagi bersama-sama seperti waktu SD. Namun,
ketika pulang libur, kadang ada waktu untuk bermain bersama-sama, walau porsi
dan nuansanya tidak sama dengan waktu masih SD.
Akhirnya, setelah tamat
SMA, saya memutuskan untuk melanjutkan studi di kota Daeng (Makassar). Tentu,
jarak kami semakin jauh. Namun, berkat izin Tuhan, beberapa minggu kemudian,
saya dan Muhidin bisa bersama lagi untuk menimba ilmu di kota Anging Mamiri
tersebut. Senang rasanya, karena masih bisa bersama dengan salah satu sahabat
terbaik dan seperjuangan.
Dalam perjuangan kami
menuntut ilmu di kotanya Pantai Losari tersebut, tentu tidaklah mulus. Pahit
dan berbagai tantangan sering kami rasakan. Ya, banyak cobaan yang kami alami
di tanah perantauan tersebut. Namun, kami tidak pernah merasa putus asa. Semua
cobaan dan tantangan terus kami hadapi.
Jujur, kami hanya
bermodalkan nekat untuk menimba ilmu di kota Makassar. Sebab, kami bukanlah
orang yang berpunya. Orangtua kami berprofesi sebagai petani. Bahkan, ongkos ke
Makassar dan uang saku yang kami nikmati di tanah perantauan adalah tidak
sedikit sumbangan dari masyarakat di kampung. Itulah memang keadaan kami.
Namun, walau ekonomi keluarga pas-pasan, bukan merupakan halangan dan hambatan
bagi kami untuk menuntut ilmu. Justru ini merupakan motivasi terbesar bagi kami
untuk terus belajar dan belajar, baik di lingkungan kampus, maupun di berbagai
organisasi yang kami ikuti.
Hari demi hari, minggu
demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun yang dilalui, kami
menikmati kebersamaan dan persahabatan di tanah perantauan tersebut. Kami terus
dan saling memotivasi satu sama lain untuk terus bermawas dan menghiasai diri
dengan berbagai butiran ilmu. Masuk dan menimba ilmu di berbagai organisasi
kala itu adalah salah satu bentuk komitmen kami bersama. Demi memantaskan diri
menjadi lebih baik lagi ke depannya. Itulah yang kami lakukan hingga studi di
kota Makassar selesai, yaitu saling memotivasi di antara sesama. Tentu harapan,
salah satunya, adalah agar berbagai pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki, nantinya ketika pulang atau kembali ke kampung halaman dapat memberikan
manfaat dan mempunyai kontribusi nyata untuk perbaikan dan pembangunan di sana.
Ya, Muhidin adalah
salah satu sahabat seperjuangan saya yang terbaik. Beruntung saya bisa menjadi
sahabatnya. Ia adalah orang yang sangat luar biasa dan hebat. Saya sering
berguru dan banyak belajar darinya. Saya bangga dan salut dengan kepribadiannya
yang begitu hebat, tangguh, dan pantang menyerah.
Alhamdulillah, Rabu, 26
Juli 2017, merupakan salah satu momen yang sangat indah dan bersejarah baginya.
Ia berhasil menuntaskan studi lanjutannya (S2), di salah satu universitas di
Jakarta, pada program studi Administrasi Publik. Saya sangat bahagia dan senang
mendengarnya. Semoga ilmunya mampu memberikan kemaslahatan dan keberkahan bagi
masyarakat, agama, bangsa, dan negara.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 2 comments
more_vertKeren Mas Gunawan, sangat menginspirasi
Delete 26 July 2017 at 20:32Terima kasih mbak sudah menyempatkan diri untuk membaca tulisan yang sangat sederhana ini. Semoga ada manfaatnya.
Delete 10 August 2017 at 10:15Tulisan mbak Eka Sutarmi juga sangat bagus dan keren.