Oleh: Gunawan
Sahabat saya yang satu
ini merupakan orang yang haus sekali dengan ilmu pengetahuan. Namanya adalah Aksan.
Saya dan beberapa sahabat yang lain sering memanggilnya sebagai “domba yang
tersesat.” Hehehe. Selain dari sahabat, ia juga memiliki hubungan keluarga
dengan saya.
Sedikit berbeda dengan
Muhidin, seperti yang saya ceritakan pada tulisan sebelumnya, ia (Aksan) tidak
begitu akrab dengan saya ketika SD, kendati mempunyai hubungan keluarga. Bahkan,
pernah satu waktu ketika bermain kelereng di halaman sekolah, saya pernah
berantam dengannya. Memang, waktu SD, saya merupakan salah satu murid yang
nakal dan bandel.
Seiring berjalannya
waktu, masuk SMP dan SMA, saya mulai akrab dengannya, meskipun pertemuan
dengannya tidak begitu intens. Akan tetapi, benih-benih persahabatan mulai
tumbuh dan terasa. Dan, puncak daripada persahabatan ini adalah ketika
sama-sama menimba ilmu di kota Makassar.
Banyak hal yang menarik
dan unik dari sahabat seperjuangan saya yang satu ini. Pertama, ia pernah melakukan sesuatu yang barangkali orang lain
belum pernah melakukannya. Ya, belum lama tiba di Makassar (tinggal di
kos-kosan), ia pernah mencuci ricecooker (hanya
kabel sambungannya saja yang tidak ia cuci). Hahaha. Kejadian ini diketahui,
ketika kanda Mansyur (kakaknya Aksan) menanyakan keberadaan ricecooker tersebut karena tidak
terlihat di dalam kamar kos seperti biasanya. Saya pun memberitahukan kepada kanda
Mansyur, bahwa ricecooker yang
dimaksud masih berada di bawah terik matahari, sedang dijemur dan masih menunggu
kering, lantaran semuanya dicuci oleh Aksan. Hihihi.
Kedua,
hampir setiap saya melihat ia dengan kakaknya, keduanya seolah-olah Tom and Jerry. Ya, keduanya jarang akur.
Sering adu mulut, walau dalam persoalan yang sangat sederhana. Begitulah yang
terjadi di kala itu, walau tidak setiap hari. Namun demikian, menurut saya, itu
merupakan bagian dari didikan kanda Mansyur kepada adiknya dan juga kepada kami
semuanya agar menjadi orang yang lebih baik lagi ke depannya dan memiliki
mental yang kuat serta tidak cengeng.
Seperti yang saya tulis
di paragraf pertama di atas, Aksan merupakan salah satu sahabat saya yang
sangat haus akan ilmu pengetahuan. Saking hausnya akan itu, ia jarang sekali
pulang dan berdiam diri di kos. Walau sempat pulang ke kos, itu pun hanya
pulang untuk istirahat sejenak dan mengisi perut yang kosong. Ya, ia selalu
memburu berbagai pengetahuan, baik di area kampus maupun di berbagai ragam
organisasi.
Keseringan dan
kesibukannya menimba ilmu itulah yang membuat dirinya semakin kaya akan wawasan
dan berbagai pengetahuan. Dan juga, hampir semua organisasi yang ia masuki
pernah dinakhodainya. Ia merupakan orang yang betul-betul memiliki tekad dan
spirit yang kuat untuk selalu menghiasi dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan.
Memang, jika dilihat
dari segi finansial, saya dan sahabat lainnnya, termasuk Aksan, sama sekali
tidak mendukung, bahkan jauh dari kata cukup. Pernah beberapa hari, kami sempat
mengganjal perut hanya dengan daun kangkung yang kami ambil di rawa-rawa dekat
kos-kosan, sebab uang dan beras kala itu sedang tidak bersahabat dengan kami.
Akibat keseringan makan daun kangkung yang dimaksud, perut kami pun menceret.
Hidup yang seperti ini, sesungguhnya bukanlah suatu hal yang baru bagi kami,
sehingga kami selalu menikmatinya.
Kembali pada topik.
Sahabat saya yang satu ini, orangnya pantang menyerah, tekun, kutu buku, dan
mempunyai semangat juang yang cukup tinggi. Kesehariannya, selalu diisi dengan
sesuatu yang positif, seperti membaca berbagai buku, beroganisasi, mengisi
kajian atau diskusi di berbagai organisasi, dan lainnya. Saya betul-betul kagum
dengannya. Saya sangat salut dengannya. Bersyukur saya bisa menjadi salah satu
sahabat seperjuangannya. Ia merupakan salah satu guru saya, khususnya ketika
berada di tanah perantauan. Banyak sekali pelajaran hidup yang saya peroleh
darinya.
Kini, ia sudah mengabdi
di salah satu perguruan tinggi di Kalimantan Timur. Tepatnya, di Universitas
Mulawarman (Unmul) Samarinda, pada prodi Pendidikan Sejarah. Alhamdulillah,
suatu kebanggaan dan kebahagiaan, khususnya bagi saya, sebab pada 21 Juli 2017
lalu, ia berhasil menerbitkan buku solo perdananya yang berjudul “Islam
Transnasional.” Dan, sekarang sedang dalam proses percetakan. Buku tersebut
merupakan karya ilmiah (tesisnya) ketika S2 di Universitas Negeri Makassar
dulu. Semoga berkah.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert