Oleh: Gunawan
Sosok manusia yang
sangat kucintai di dunia ini adalah kedua orang tuaku. Beliau berdua adalah
pahlawanku. Dua sosok manusia yang begitu tabah, tangguh, pekerja keras, dan
tak mudah putus asa. Sosok yang begitu berarti dalam hidupku. Tak ada yang bisa
menandinginya. Beliau berdua adalah inspirator utamaku dalam segala hal. Ayahku
bernama Bakri Murthalib, dan ibuku bernama Siti Nuraeni.
Keduanya mengajarkanku
dan saudara-saudaraku tentang segala sesuatu. Mengajarkanku arti penting
kehidupan ini. Mengajarkanku akan pentingnya kerja keras. Mengajarkanku agar
tak mudah menyerah. Mengajarkanku agar selalu mengingat-Nya. Itulah beliau,
sosok yang selalu kurindukan setiap kehadirannya.
Ayahku hanyalah seorang
petani. Hanya tamatan SMA. Hidup dalam kesederhanaan. Kesehariannya hanyalah
seputar ladang dan kebun. Pergi mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan
keluarga, istri dan anak-anaknya. Tak pernah aku melihatnya mengeluh apalagi
sampai bermalas-malasan. Bahkan, sakit pun beliau tak pernah rasakan. Beliau
sanggup menahan itu semua demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala rumah
tangga.
Ayahku bukanlah seorang
ustadz atau ahli agama, tetapi beliau mampu mengajarkan kami bagaimana caranya
agar kami bisa selalu mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Beliau-lah yang
mengajarkan kami untuk selalu membaca Al-Quran setiap hari. Bahkan, banyak
masyarakat di kampungku dulu mendapatkan juara MTQ sampai tingkat Kecamatan,
berkat didikan dan ajaran dari beliau. Alhamdulillah.
Beliaulah yang
mengajarkanku untuk selalu bekerja keras. Beliau mengajarkanku agar terus
berjuang menggapai mimpi dan tak mudah menyerah. Beliau mengajarkanku agar
jangan sampai lari dari masalah, sesulit apa pun itu. Beliau juga sering
dipercaya oleh pemerintah desa setempat sebagai juru damai, yang tugasnya untuk
mendamaikan dan meredakan berbagai konflik atau problem, baik di kalangan anak
muda maupun orang tua, khususnya di kampungku. Semuanya membuahkan hasil yang
baik. Belum lagi yang lainnya.
Ibuku tak kalah
hebatnya juga. Memang kesehariannya, di samping membantu sang ayahku di ladang
dan sawah, beliau juga biasa menjual keliling kampung. Mencoba mengumpulkan
pundi-pundi rupiah demi menyekolahkan kami selaku anak-anaknya. Belum lagi
tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu yang begitu banyak. Seperti, mencoba
memberikan nasihat dan teladan kepada kami selaku anak-anaknya untuk terus
belajar dan mengingat Tuhan.
Pulang kerja di sawah
dan ladang sore hari, malam harinya ibuku sudah langsung menyiapkan semua
dagangannya. Seperti membungkus cengkeh dan kopi. Itulah yang beliau lakukan
hampir tiap malam. Agar pagi harinya bila tak ke sawah atau ladang, bisa
langsung pergi jualan dari kampung ke kampung. Sungguh pengorbanan yang tak
bisa aku gambarkan secara sempurna dengan kata-kata. Aku sangat bersyukur dan
bahagia punya seorang ibu seperti beliau. Tentu, rasa cintalah yang
menggerakkan itu semua. Aku sendiri banyak sekali belajar arti dan makna sebuah
pengorbanan dan cinta dari ibuku sendiri. Itulah mengapa aku katakan, bahwa
orang tuaku adalah pahlawanku.
Hari demi hari, baik
ibu maupun ayahku terus mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sama sekali tak ada
kata mengeluh. Yang ada di pikiran beliau berdua, bagaimana agar anak-anaknya
bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Persoalan finansial bagi beliau
berdua bukanlah sesuatu hal yang susah didapat, asalkan kami selaku
anak-anaknya tetap mau menuntut ilmu. Suatu waktu beliau mengatakan kepada
kami, cukuplah ayah dan ibumu ini yang hanya lulusan SMA, kalian harus bisa
lebih dari kami. Kalian harus menuntut ilmu sampai ke perguruan tinggi. Oleh
karena itu, tugas kalian adalah belajar, belajar, dan belajar. Itulah pinta
beliau berdua kepada kami suatu waktu. Sungguh mulia.
Alhasil, apa yang
diharapkan oleh kedua orang tuaku dulu, kini mulai terwujud. Kami sebagai
anaknya bisa menikmati dunia pendidikan formal. Kakakku dan satu adikku sudah
berhasil menyelesaikan studinya di perguruan tinggi. Adikku yang satunya
sekarang sedang menyelesaikan tugas akhirnya. Tak akan lama lagi akan selesai
studinya. Sementara adikku yang terakhir baru duduk di bangku SMA.
Kini, aku pun bisa
terus berkarya dan melahirkan buku demi buku berkat dukungan dan berbagai
motivasi dari orang tuaku. Restu dari beliau berdua terus kupinta, agar apa
yang kulakukan selalu mendapatkan ridho dari Sang Ilahi. Doa demi doa pun
beliau panjatkan agar kami anaknya terus diberkahi atas apa yang kami usaha dan
kerjakan. Beliau berdua selalu mendukung setiap langkah kami. Apa pun itu,
semasih dalam hal kebaikan dan demi kebaikan. Beliau berdua merupakan
pahlawanku yang sesungguhnya, sang inspiratorku.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert