Oleh: Gunawan
Dulu, aku bukan
siapa-siapa. Aku laksana selembar kertas putih. Aku bagai gelas kosong yang
belum terisi air. Aku hanyalah manusia biasa. Langkahku belum terarah. Masih
mencari dan terus mencari. Sebab, jiwa ini masih rapuh.
Dulu, aku tak tahu
apa-apa. Pikiranku belum tertata. Masih terus bertanya. Apakah aku seperti ini
saja? Ke sana kemari kulangkahkan kakiku. Mencari sesuatu yang baru. Mencari
teman baru yang bisa memahamiku. Namun, sama saja. Aku belum mendapatkan itu.
Aku masih terus mencari, mencari, dan mencari.
Entah mengapa suatu
waktu aku bisa bertemu denganmu. Menampakkan wajah yang ceria. Penuh pesona.
Tak ada sedih yang kulihat. Hanya senyum keikhlasan yang keluar dari raut
wajahmu.
Saat itu juga aku
langsung tertarik padamu. Aku langsung suka. Aku langsung jatuh cinta. Dan
akhirnya, aku memutuskan untuk selalu bersamamu.
Aku menikmati setiap
waktu bersamamu. Engkau begitu hebat. Penuh inspiratif. Engkau tak ego. Engkau
selalu mau berbagi dan terus berbagi. Kepada siapa pun engkau tetap ingin
berbagi. Itulah mengapa aku tertarik dan memilihmu.
Engkau tak pernah
mempersoalkan apakah dirimu mapan atau tidak. Apakah dirimu siap atau tidak.
Engkau tetap berani menelusuri ke sudut-sudut sepi. Engkau membawa dan memberi
angin segar bagi siapa pun yang bertemu denganmu. Engkau membawa perubahan.
Engkau laksana seorang pahlawan, yang terus berjuang demi kemerdekaan jiwa tiap
umat manusia.
Di saat orang-orang
memusuhimu, engkau tetap sabar. Di saat orang-orang memakimu, engkau tetap
tegar. Engkau begitu baik. Tak pernah mau membalas kebencian mereka. Malah
engkau tunjukkan kebaikan yang belum pernah mereka lihat. Dan, mereka tak
menduga itu. Aku pun semakin jatuh cinta padamu.
Engkau begitu hebat.
Mampu menyatukan yang terpisah. Mampu menyadarkan yang semula tak sadar. Selalu
memberikan keceriaan bagi siapa pun yang berada di sekitarmu.
Jujur, aku tak bisa
berkata apa-apa lagi. Yang jelas engkau begitu spesial. Engkau begitu baik,
bahkan terlalu baik. Engkaulah segalanya.
Kini, umurmu sudah tak
muda lagi. Engkau begitu banyak melahirkan generasi. Generasi yang begitu
hebat. Generasi yang peduli pada sesama. Generasi yang penuh inspiratif.
Generasi yang penuh semangat. Itu semua karenamu.
Kini, engkau merayakan
hari jadimu. Engkau mencoba mengumpulkan anak-anakmu. Ingin agar semuanya hadir
di sampingmu. Berdoa bersama-sama. Memohon kepada Tuhan agar engkau berumur
panjang. Juga, diberikan kesempatan untuk berbagi dan terus menebarkan
kebaikan.
Entah mengapa mendengar
kabar itu, air mataku langsung menetes. Bahkan, tulisan ini kutulis di tengah
malam yang sepi sambil kuusap air mataku yang terus keluar. Ya, aku sedih. Aku
sedih karena belum bisa berada di sampingmu lagi. Aku sedih karena jauh darimu.
Aku menangis karena belum bisa berkumpul dengan saudara-saudaraku. Aku menangis
karena melihat jasamu yang begitu besar padaku. Karena engkaulah aku bisa
seperti ini. Engkaulah yang mengubah hidupku menjadi lebih baik dan terarah.
Engkaulah yang terus mengisi kekosongan dalam diriku.
Kumohon jangan marah,
oleh karena aku belum bisa hadir pada puncak perayaan hari lahirmu, 30
September ini. Aku tak pernah lupa. Tak mungkin aku melupakanmu. Aku tetap dan
selalu berdoa untukmu. Semoga engkau tetap bersemangat dan tak pernah bosan
untuk terus berbagi kepada siapa pun.
Terima kasih karena mau
menerimaku apa adanya. Terima kasih atas bimbinganmu selama ini. Terima kasih
atas berbagai nasihat yang hingga kini masih kuingat. Terima kasih atas segala
jasamu. Terima kasih semuanya.
Ada beberapa pintaku
padamu. Jangan pernah bosan untuk menebar kebaikan. Jangan pernah bosan untuk
terus berbagi. Jangan pernah bosan dalam membimbing dan mendidik generasi-generasimu.
Teruslah kepakkan sayapmu. Terbanglah sejauh mungkin. Bawalah kabar gembira dan
kebaikan untuk siapa pun.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert