Oleh: Gunawan
Hidup di era digital
seperti sekarang ini, sungguh nikmat rasanya. Orang bisa dikenal seketika gara-gara
media sosial. Orang bisa berbuat sesukanya di media sosial, baik yang berkaitan
dengan sesuatu yang positif, maupun hal yang negatif. Tentu, ini merupakan
konsekuensi logis dari perkembangan teknologi yang semakin hari semakin
berkembang dan menjamur.
Dunia maya hampir tak
ada bedanya dengan dunia nyata. Bahkan, terkadang bisa melebihi dari dunia
nyata. Contoh, seseorang bisa saja berteman atau berkenalan dengan orang lain,
meskipun di dunia nyata belum pernah bertemu (berkenalan). Ya, seperti itulah
salah satu nilai guna dari media sosial. Orang yang sama sekali tak saling kenal
di dunia nyata, namun bisa berteman bahkan sampai menikah berkat bantuan media
sosial.
Akan tetapi, semua ini
pastinya harus kembali kepada penggunanya (user)
masing-masing. Akibat positif atau negatifnya, tergantung dari penggunanya.
Jika cerdas memanfaatkannya, tentu akan mendatangkan kebaikan atau manfaat bagi
penggunanya. Sebaliknya, jika salah menggunakannya atau sengaja digunakan untuk
kejahatan, bukan hanya pemiliknya yang merasakan akibatnya, orang lain juga
bisa menjadi korban.
Ada satu kebiasaan
beberapa pengguna aktif media sosial (medsos), seperti WhatsApp, misalnya dalam
hal menyebarkan berita atau informasi. Melalui media ini mudah sekali informasi
beredar. Hanya hitungan detik, beritanya bisa sampai ke orang lain. Demikian
juga jika disebar melalui grup WhatsApp yang diikuti, di sini tentu banyak
orang yang akan membacanya.
Melalui aplikasi
WhatsApp juga, tidak sedikit berita yang dikonsumsi yang belum jelas nilai
kebenarannya. Bahkan ada juga berita bohong. Istilahnya zaman sekarang adalah hoax. Namun anehnya, ada banyak orang
yang tidak sadar mengonsumsi dan ikut menyebarkan berbagai berita bohong yang
dimaksud. Parahnya lagi, disebarkan secara berantai.
Di era medsos yang
semakin menjamur ini, tidak sedikit orang yang malas membaca secara keseluruhan
isi beritanya. Apalagi sampai ingin menelurusi kebenarannya, banyak orang yang
malas. Buktinya, berita-berita itu tetap saja disebarluaskan (padahal beritanya
bohong).
Ada satu kejadian yang
lucu, menurut saya. Beberapa waktu lalu, saya membaca salah satu pesan atau
berita yang dibagi oleh teman di salah satu grup WhatsApp yang saya ikuti.
Beritanya memang bagus (positif), namun lucunya di bawah berita ini, ada
“bintang kecilnya,” meminjam istilahnya Sadana Agung (Komika Indonesia).
“Bintang kecil” tersebut tertuliskan “mari sebarkan info penting ini!” Setelah
saya cek dan baca sampai tuntas isinya, ternyata info penting yang dimaksud, untuk
waktu pelaksanaannya sudah lewat satu bulan. Artinya, info penting itu sudah
kedaluwarsa.
Nah, dari satu kejadian
sederhana ini, terlihat jelas bahwa ada orang yang “tertipu.” Salah satu
penyebabnya adalah karena malas membaca. Mengapa saya berani mengatakan
demikian? Karena, jikalau teman saya yang menyebarkan berita tersebut sudah
membacanya terlebih dahulu secara tuntas, maka tidak mungkin ia menyebarkan
berita yang sudah kedaluwarsa itu. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika
berita yang disebar itu berbau fitnah atau sejenisnya. Bisa saja berakibat
fatal, apalagi sampai diteruskan secara berantai oleh teman-teman yang lain.
Oleh karena itu, kita
sebagai pengguna aktif media sosial (WhatsApp, Facebook, Line, dan lainnya),
jangan asal menyebarkan berita, bila belum tahu kepastian isi beritanya. Baca
dan telaahlah terlebih dahulu berbagai berita yang beredar, jika ingin disebar
kepada rekan-rekan yang lain. Yuk, budayakan membaca terlebih dahulu secara
tuntas. Kemudian telusuri nilai kebenarannya. Jangan asal sebar (terutama bagi
yang suka menyebarkan berita di media sosial), jika tidak ingin kena imbasnya.
Sekali lagi, baca dan telaah dulu. Jangan asal sebar.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert