Oleh: Gunawan
Sejak
SMA, saya bermimpi ingin mendirikan semacam taman belajar, khususnya di kampung
saya tercinta, yaitu desa Bumi Pajo, Bima. Impian tersebut muncul di benak
saya, mengingat susahnya untuk mendapatkan sumber atau referensi belajar waktu
itu. Apalagi, kampung saya berada jauh dari keramaian kota.
Bahkan,
dulu, ketika duduk di bangku SD, saya dan teman-teman di kampung hanya bisa
melirik satu-satunya buku ajar yang menjadi panduan guru dalam setiap kali
mengajar. Jika tidak salah ingat, itu pun tak banyak guru yang memiliki buku
cetak. Tak heran, ada juga guru yang tak punya buku panduan mengajar. Maka,
sebagai salah satu jalan keluar, ada juga di antara guru yang meminjam buku
dari guru di sekolah lain, kemudian menyalin dan merangkum garis besar materi
yang akan diajarkannya.
Berangkat
dari situ, suatu waktu, saya berkeinginan kuat untuk mendirikan sejenis taman
baca, yang di dalamnya berisi ragam bahan bacaan. Dan, impian tersebut baru
bisa saya realisasikan sekitar Maret 2014. Saya langsung mendirikan “Rumah
Belajar Anak Tani.”
Rumah
Belajar Anak Tani tersebut kemudian saya isi dengan koleksi buku pribadi saya
semenjak studi di Kota Makassar. Ada juga beberapa koran yang saya kumpul di
tempat yang sama pula. Kurang lebih 350 eksemplar buku saya bawa pulang untuk
mengisi ruang kosong itu. Meskipun tak banyak, secara pribadi, saya sangat
bersyukur dan bahagia. Setidaknya, saya bisa berkontribusi dan membantu
masyarakat di kampung saya.
Kebahagiaan
itu semakin terasa, ketika banyak masyarakat di kampung saya yang menyuruh
anak-anaknya datang untuk belajar. Mulai dari yang belum sekolah, SD, SMP,
sampai SMA. Ada juga dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum lainnya. Biasanya
mereka datang untuk belajar dan membaca berbagai koleksi buku itu usai maghrib,
dan dilanjutkan sebentar setelah salat isya.
Melihat
animo masyarakat yang begitu luar biasa, saya pun membuka kelas sore. Khusus yang
ini, saya meminjam salah satu ruang kelas di SMP di samping rumah. Kelas sore
ini, hanya untuk yang ingin belajar bahasa Inggris dasar. Ya, minimal mengenai
ungkapan dan percakapan yang umum dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Itu yang
saya ajarkan kepada mereka. Mereka sangat senang. Saya pun demikian.
Seiring
berjalannya waktu, saya juga mulai berpikir untuk menulis dan menerbitkan buku
sendiri. Salah satu tujuan saya, adalah agar berbagai pengalaman dan
pengetahuan yang saya miliki bisa mengabadi, dan juga bisa mengisi rak buku di
Rumah Belajar Anak Tani tersebut. Sehingga, bisa juga dibaca dan dipelajari,
khususnya oleh masyarakat di kampung saya. Meskipun proses menulis sudah mulai
saya lakukan pada 2011. Namun, pada saat itu hanya menulis dan menulis saja.
Belum bisa saya sulap menjadi buku yang ber-ISBN.
Bertahun-tahun,
saya hanya bisa menghasilkan naskah mentah. Dan, semua naskah itu saya print out sendiri. Semuanya masih
tersimpan rapi di Rumah Belajar Anak Tani hingga kini. Tak sedikit juga orang yang
sudah membaca berbagai naskah yang saya tulis sejak duduk di bangku kuliah
tersebut. Tak terkecuali, teman-teman di kampus tempat saya menimba ilmu. Tentu
bahagia rasanya, walau hanya sebatas naskah yang belum diterbitkan.
Akhirnya,
impian untuk memiliki buku terbit terwujud juga mulai pertengahan 2016. Sejak
tahun itu pula, saya berkomitmen untuk menulis rutin tiap hari, walau tak
banyak. Berkat rutin menulis itulah, hingga kemudian di tahun 2017, karya tulis
saya, baik solo maupun antologi terus bermunculan. Alhamdulillah, hingga kini,
lebih dari sepuluh buku yang saya telurkan.
Tentu,
dari berbagai karya tulis itu, berharap dapat memberikan manfaat banyak bagi siapa
pun yang sempat membaca dan menikmatinya. Syukur-syukur jika ada yang
termotivasi untuk belajar menulis dan menelurkan buku demi buku juga.
Saya
juga berharap, kiranya buku-buku yang saya telurkan itu bisa menjadi tabungan
dan investasi saya untuk kehidupan di akhirat kelak. Ya, semoga karya tulis itu
bisa menjadi amal jariah saya, ketika saya sudah tak lagi menghembuskan napas
di dunia ini. Amin.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert