Refleksi Pilkada Serentak 2017
Oleh: Gunawan
Rabu,
15 Februari 2017, beberapa daerah di Indonesia serentak melakukan pemilihan
kepala daerah (Pilkada), baik di tingkat kabupaten/kota maupun propinsi. Semua
mata tertuju pada ajang pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Tak terkecuali,
masyarakat yang bukan pemilih sekali pun ikut membicarakan ajang ini. Berbagai
media pun tak pernah luput untuk memberitakannya, bahkan jauh hari sebelum
pemilihan tersebut berlangsung. Karena bagi media, pesta demokrasi yang diselenggarakan
sekali dalam lima tahun ini merupakan salah satu santapan bergizi bagi mereka.
Pesta
demokrasi ini pun, membawa dampak yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia,
khususnya bagi daerah yang bersangkutan. Ya, karena di sinilah mereka akan
memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan ke arah yang positif dari segala
bidang. Tentu juga masyarakat berharap, kiranya pemimpin yang terpilih (menang)
adalah pemimpin yang betul-betul memiliki jiwa kepemimpinan. Pemimpin yang mau
mendengar, pemimpin yang mau melihat, dan pemimpin yang mau merasakan apa yang
dirasakan oleh rakyatnya.
Ajang
lima tahunan ini juga, menurut saya sangat menarik. Siang menjelang sore hari
setelah beberapa media televisi memberitakan bahwa perhitungan suara di
beberapa TPS sudah selesai, saya menyempatkan diri untuk membuka facebook. Bukan main, sebagian besar
status teman facebook saya juga
menyorot masalah pesta demokrasi ini. Bahkan, masyarakat facebook yang bukan berada di daerah pemilihan sekali pun. Semuanya
mempunyai jagoannya masing-masing. Adu argumen pun tak terhindarkan. Parahnya
lagi, ada yang saling mencaci satu sama lain. Untung saja mereka tidak berdebat face to face. Mungkin bisa berakibat
lain.
Di
lain tempat, saya perhatikan, mulai dari anak-anak sampai kakek-nenek tak mau
ketinggalan juga. Mereka juga ikut berkomentar terkait dengan pesta lima
tahunan ini. Hematnya, mulai dari para politisi, akademisi, maupun masyarakat
biasa lainnya tak mau ketinggalan dari perhelatan pesta demokrasi lima tahunan
kali ini.
Seperti
yang dijelaskan di atas, pesta demokrasi ini bertujuan untuk memilih kepala daerah
dengan masa jabatan lima tahun ke depan. Masa jabatan atau masa kekuasaan yang
bisa dibilang cukup lama. Semua pasangan calon (paslon) tentunya menginginkan
hal yang sama, yaitu kemenangan. Ya, hanya satu kata itulah yang ada dibenak
mereka, yaitu “kemenangan.” Tidak ada kata lain. Demikian juga, para pendukung
dan tim suksesnya masing-masing. Saya yakin menginginkan hal yang sama.
Akibat
adanya hasrat ingin menang (baca: ingin berkuasa) inilah, jauh-jauh hari sebelum
pemilihan berlangsung, masing-masing pasangan calon tentu saja mempersiapkan
berbagai trik, taktik, dan strategi politik yang mumpuni agar bisa menjadi
jawara yang nantinya akan berkuasa. Semuanya berlomba-lomba mempersiapkan diri
untuk mendapatkan kursi kekuasaan yang dimaksud. Misalnya saja, modal yang
dibutuhkan tidaklah sedikit, dan tidak kecil. Segala modal dipertaruhkan untuk
membuat kursi kekuasaan bertekuk lutut di hadapannya, dan menjadi layaknya
sebuah mainan dalam genggaman tangannya. Sungguh tak terkirakan akibat
negatifnya jika keinginan untuk berkuasa dan segera terpenuhi.
Tentu,
sebagai warga bangsa, saya berharap siapa pun yang terpilih dalam pesta
demokrasi serentak kali ini, kiranya mampu memimpin masyarakatnya ke arah yang
lebih baik. Memenuhi semua janji-janji politiknya. Dan mau merangkul seluruh paslon
yang kalah untuk sama-sama membangun bangsa ini ke depan. Demikian juga, bila
nantinya sudah diputuskan siapa yang menjadi jawara, tentu yang kalah harus
legowo. Harus mau menerima kekalahannya dengan hati yang lapang, demi persatuan
dan kesatuan bangsa ini ke depan.
Wallahu a’lam.
Ditulis pada hari Rabu, 15 Februari 2017
Share This :
comment 0 comments
more_vert