Kemampuan Menulis dan Gelar
Akademis
Oleh: Gunawan
Menulis merupakan aktivitas menuangkan berbagai ide pada lembaran kertas atau alat bantu lainnya, seperti laptop, komputer, dan lain-lain. Dengan menulis otak kita akan selalu berpikir. Biasanya seseorang yang sudah rutin dan terbiasa menulis maka pikirannya selalu terasah. Melatih terus menulis setiap hari berarti kita telah melatih agar pikiran kita tidak mati dan kaku. Bukan berarti tanpa menulis pikiran kita akan mati dan kaku. Tetapi paling tidak dengan terus berlatih dan belajar menulis setiap harinya berarti kita telah melatih otak kita untuk berpikir secara masif dan sistematis.
Kemampuan menulis seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan gelar akademis yang disandangnya. Artinya, belum tentu orang menyandang gelar akademis tinggi mempunyai kecakapan dalam menulis. Sebaliknya, banyak orang yang tidak bergelar akademis mempunyai kecakapan menulis dengan sangat bagus.
Oleh karena itu, tidaklah selalu benar jika mau menyandingkan antara kecakapan atau kemampuan menulis seseorang dengan gelar akademis yang disandangnya. Bambang Tri Mulyono (penulis buku Adam 31 Meter, Mencari Tangan Tuhan dan Ayat-ayat Emas Evolusi dalam Al-Qur’an) adalah salah satu contoh penulis yang tidak memiliki gelar akademis. Bahkan, beliau ini terkenal dan heboh berkat diterbitkannya buku Jokowi Undercover. Contoh lain juga, seseorang yang tidak mempunyai gelar akademis, namun kecakapan menulisnya sangat mumpuni dan luar biasa adalah Ajip Rosidi.
Kemampuan menulis seseorang akan terlihat bagus bilamana ia mau terus belajar menulis. Karena memang menulis itu merupakan tindakan praktik, bukan berteori. Banyak orang pintar dan cerdas (dalam berteori), namun belum tentu mempunyai kemampuan menulis yang bagus. Sebaliknya, tidak sedikit juga orang yang biasa-biasa saja, namun kemampuan menulisnya sangat luar biasa.
Tentu secara pribadi, saya berharap khususnya kepada seluruh makhluk berdasi yang telah menyandang gelar akademis, kiranya bisa menuangkan ide-idenya lewat karya tulis. Sehingga apa pun yang ketahuinya tidak hanya dinikmati oleh seorang diri, namun bisa juga dinikmati dan diketahui oleh orang lain.
Percayalah bahwa ide-ide yang kita ketahui tidak bisa semuanya tersalurkan kepada pendengar atau penikmat walau mulut kita setiap harinya terus berbusa. Kalau pun bisa, itu hanya beberapa orang saja yang bisa menikmatinya. Itu pun jikalau mereka mau mendengarkan pembicaraan, cerita, atau ceramah kita. Beda kalau kita berbicara lewat tulisan. Orang yang jauh dan tidak kita kenal sekali pun bisa menikmatinya.
Wallahu a’lam.
Ditulis pada hari Selasa, 7 Februari 2017
Share This :
comment 0 comments
more_vert