Merdeka Itu Ketika Kita Mampu dan Senantiasa Bersyukur

Merdeka Itu Ketika Kita Mampu dan Senantiasa Bersyukur
Oleh: Gunawan


Ketika kita ditanya tentang arti kata “merdeka”, barangkali setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda-beda. Mungkin, ada yang mendefinisikan, bahwa merdeka itu ketika kita terbebas dari penjajahan. Ada juga barangkali yang mengartikan, bahwa merdeka itu ketika mampu berdiri sendiri. Atau mungkin, ketika kita tak lagi bergantung kepada orang lain, pihak tertentu, atau bangsa lain. Merdeka itu, ketika hati tak lagi gelisah dan galau. Atau, ketika terbebas dari berbagai keterpurukan, itulah baru merdeka. Dan sebagainya.

Saya rasa setiap orang berhak mengartikan sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Namun, timbul lagi pertanyaan yang lebih umum, misalnya, apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka saat ini? Barangkali ada yang menjawab sudah. Namun, bila dilihat dari segala aspek, maka sama sekali belum bisa dikatakan merdeka dengan sesungguhnya. Mungkin seperti ini pandangan bagi sebagian orang.

Jika merujuk pada konteks atau pembicaraan yang lebih umum, maka kebanyakan orang akan sepakat, bahwa jawaban yang kedualah yang dipakai, yaitu belum sepenuhnya merdeka. Makanya, tak heran banyak orang yang menuntut ini dan itu kepada sang pemimpin. Hingga, berbagai aksi pun dilakukan, entah dengan cara yang halus maupun kasar. Itulah realita yang terjadi di lapangan.

Namun, kita seolah lupa. Ya, kita seolah tak bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang. Kita selalu menuntut ini dan itu kepada orang lain, namun apa yang sudah ada pada diri kita tak mau disyukuri. Kita menginginkan agar negeri ini aman dan damai, namun justru banyak di antara kita yang menciptakan kekacauan di lingkungan keluarga dan sekitarnya, bermusuhan satu sama lain, padahal hanya persoalan sepele. Bagaimana mungkin kita mengharapkan negeri ini merdeka dan bebas dari virus-virus ganas, sementara kita sendiri yang mengacaukannya. Semuanya harus bermula pada pribadi masing-masing.

Bersyukurlah atas apa yang kita miliki, nikmati, dan santap selama ini. Itulah baru kita bisa menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu ketika kita mampu dan senantiasa mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh-Nya.

Bila kita masih tidak mau mengikuti rambu-rambu lalu lintas, misalnya, berarti jiwa kita belum merdeka, sebab kita masih melanggar aturan. Bila kita tidak sabar dalam menikmati kemacetan di jalan raya ketika berkendara, juga jiwa kita belum merdeka. Jika kita suka menyebarkan informasi dan berita hoax, maka jiwa dan pikiran kita belum bisa dikatakan merdeka.

Ya, kemerdekaan yang sesungguhnya hanya akan dirasakan oleh orang yang selalu dan mau mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh-Nya. Apakah di saat senang maupun susah. Saat sedih maupun gembira. Kala berada maupun tak berpunya. Waktu sempit maupun lapang. Semuanya harus tetap dinikmati dan disyukuri apa adanya, maka pribadi kita akan merasakan nikmat kemerdekaan yang sesungguhnya.

Sabar dalam menghadapi setiap cobaan yang diderita, adalah ciri jiwa yang merdeka. Mau memaafkan setiap kesalahan orang lain tanpa diminta sekali pun, itu juga jiwa yang merdeka. Saling membantu dan kasih kepada yang membutuhkan adalah pribadi yang sudah merdeka. Menerima setiap kenyataan hidup dengan hati yang ikhlas, bahagia ketika orang lain merasakan kebahagiaan, mampu menghibur dan memberikan semangat hidup kepada orang lain yang dilanda kesedihan, semua itu adalah juga bagian daripada pribadi yang merdeka.

Hematnya, merdeka hanya akan dinikmati dan dirasakan oleh setiap insan, manakala setiap insan mau dan selalu mensyukuri setiap nikmat yang ada atau yang diberikan oleh-Nya. Apa pun itu. Oleh karenanya, berusahalah untuk menjadi pribadi-pribadi yang benar-benar mau dan mampu mensyukuri setiap apa yang ada dan kita miliki saat ini, sehingga jiwa dan raga menjadi merdeka.

Wallahu a’lam.

Share This :