Pemimpin Ideal

Pemimpin Ideal
Pemimpin Ideal
Oleh: Gunawan

Secara etimologi, pemimpin dapat diartikan sebagai khilafah, imamah, atau imarah, yang berarti memiliki daya/kemampuan memimpin. Sedangkan secara terminologi, berarti kemampuan untuk mengajak orang lain agar mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Pemimpin, menurut Emha Ainun Najib, ia harus mempunyai daya angon atau daya mengembalakan, kesanggupan untuk ngemong (mengasuh) semua pihak, karakter untuk merangkul dan memesrai siapa saja sesama saudara, sesama bangsa (tanpa membedakan suku, ras, dan agama).

Di dalam sebuah organisasi, misalnya perlu ada namanya seorang pemimpin. Pemimpin dalam sebuah organisasi ibarat kepala. Umumnya, baik buruknya sebuah organisasi tergantung siapa pemimpinnya. Sebagai contoh, sebuah negara akan disegani oleh negara lain, bilamana pemimpinnya (Presidennya) berintegritas, cerdas, disukai oleh rakyat, amanah, dan lihai dalam mengambil keputusan atau kebijakan. Karena memang dalam sebuah organisasi keputusan tertinggi ada di tangan pemimpinnya.

Menjadi pemimpin yang selalu diidolakan oleh rekan-rekan atau siapa saja yang dipimpinnya memang tidaklah mudah. Ia harus belajar, belajar, dan belajar. Oleh karena itu, agar seorang pemimpin dapat menjalankan kepemimpinannya dengan baik, ia harus mempunyai kelebihan atau keunggulan tertentu. Paling tidak ada tiga sifat, menurut Dr. Ruslan Abdul Gani, yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yakni: pertama, intellectual power, yaitu keunggulan pikiran dan rasio, tahu tujuan organisasi, tahu asas organisasi, tahu cara mencapai tujuan organisasi; kedua, mental power, yakni keunggulan rohaniah (kuat kemauan, tabah, berbudi luhur, berdedikasi, tidak mudah patah semangat); dan ketiga, physical power, yakni keunggulan fisik (tahan untuk bekerja keras, tidak sakit-sakitan).

Di samping sifat-sifat di atas, menurut saya pemimpin ideal itu harus selalu mau mendengar atas orang yang dipimpinnya. Mendengar merupakan kunci kepemimpinan. Namun kenyataannya, banyak orang cenderung lebih senang membicarakan dirinya sendiri dibandingkan mendengarkan orang lain. Padahal “menjadi pendengar yang baik” itu memiliki nilai yang luar biasa. Ya, mendengar merupakan sesuatu yang sebenarnya memiliki nilai dahsyat bagi seseorang. Baik ia merupakan seorang pemimpin maupun bukan pemimpin. Kemampuan mendengarkan secara cerdas merupakan kunci untuk dapat mempengaruhi orang lain. Sebab, mendengarkan dapat memberikan manfaat dalam membangun sebuah hubungan, meningkatkan pengetahuan, membangkitkan ide-ide, membangun sebuah loyalitas, dan menunjukkan rasa hormat kepada orang lain.

Sejatinya, seorang pemimpin merupakan seorang pelayan. Maka seorang pemimpin tugasnya memberi pelayanan terhadap masyarakat dengan sebaik-baiknya. Jadi, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan terhadap keperluan yang dibutuhkan oleh orang yang dipimpinnya. Agar seorang pemimpin berhasil dan sukses dalam kepemimpinannya, menurut Octavia Pramono, ia harus belajar melalui keteladanan atau contoh pemimpin yang telah meraih sukses dan mampu menyejahterakan rakyat atau bawahannya. Keteladanan merupakan sesuatu hal yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh.

Harus diingat, bahwa seorang pemimpin harus menjauhkan pikirannya bahwa ia pasti lebih baik dari orang (tim) yang dipimpinnya. Dengan merasa bahwa ia (baca: pemimpin) belum tentu lebih baik daripada orang yang dipimpinnya, maka ia tentu akan sampai pada kemauan untuk belajar dari orang-orang yang dipimpinnya. Bahkan, pikiran dan perasaan demikian akan menjauhkan dirinya dari kepongahan dan sifat “arogan” yang sangat tidak disukai oleh orang-orang yang dipimpinnya.

Perlu diingat juga, bahwa semua orang adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dalam organisasi itu sendiri maupun di hadapan Sang Khalik. Oleh karenanya, jadilah pemimpin yang amanah, pemimpin yang memiliki “jiwa kepemimpinan”, pemimpin yang bisa menjadi model (panutan), dan pemimpin yang mau dan terus belajar dari siapa pun orangnya.

Wallahu a’lam.

Share This :