Sahabat Seperjuangan (Part 3)

Sahabat Seperjuangan (Part 3)
Oleh: Gunawan


Sahabat seperjuangan saya yang satu ini, namanya Hamdin. Ia adalah sosok yang kalem, tidak banyak bicara, sederhana, dan tawaduk (rendah hati). Inilah di antara yang saya suka darinya, yaitu tidak banyak bicara, dan kalau pun ia berbicara maka bicaranya yang inti-intinya saja, alias tidak basa-basi. Saya salut dan suka sekali dengan kepribadiannya.

Sama juga dengan dua sahabat yang saya bahasa tuliskan sebelumnya, ia juga sama-sama meninggalkan kampung halaman dan merantau ke kota Anging Mamiri (Makassar) untuk menimba ilmu. Spiritnya untuk belajar dan belajar sangat tinggi. Ia adalah salah satu tipe orang yang sangat rajin berhadapan dengan layar laptop dan menggerakkan jari-jemarinya. Hampir tiap kali saya mengunjunginya di kos, jarang saya melihatnya tidak memegang dan membaca buku. Ya, ia adalah salah satu dari sekian sahabat saya yang kutu buku. Sehingga, tidak heran adik-adiknya (Saiful dan Tajrin) yang tinggal bersama dengannya dulu juga ikut kena virus kutu buku.

Sesungguhnya, cerita mengenai pengalaman dan kehidupannya di tanah perantauan dulu tidaklah jauh berbeda dengan saya dan sahabat-sahabat lainnya. Pahit dan berbagai tantangan seringkali ia juga alami di kala itu. Namun, lagi dan lagi, tidak ada istilah kata putus asa dan menyerah. Selalu dan bersama-sama, ia dan kami menghadapinya.

Ya, itulah yang membuat saya senang dan bangga ketika sama-sama berada di tanah perantauan dulu, yaitu sama-sama saling memotivasi dan menyemangati di antara sesama untuk tetap semangat, sabar dan tabah dalam menjalani setiap kehidupan di tanah Daeng tersebut. Sebab, bagi ia dan tentu juga kami semuanya, saling memotivasi dan menyemangati satu sama lain adalah modal utama untuk memupuk spirit.

Persoalan perkuliahan, kala itu ia mengambil jurusan Kesehatan Masyarakat pada salah satu Universitas di kota Makassar. Jadi, antara ia dengan sahabat-sahabat lainnya, termasuk saya, tidak ada yang satu jurusan. Semuanya mengambil jurusan yang berbeda-beda. Sesuai dengan nama jurusan yang diambil olehnya, ia merupakan orang yang selalu menjaga kesehatan, terutama kamar kosnya. Tidak heran, ketika saya silaturahim ke kosnya selalu kelihatan bersih.

Untuk mengasah kemampuan dan atau berbagi pengalaman di antara sesama sahabat, biasanya kami melakukan kajian atau diskusi rutin di area kampus. Kami biasa melakukannya minimal sekali dalam seminggu. Kegiatan semacam inilah yang membuat persahabatan ia, saya, dan lainnya semakin erat layaknya saudara kandung.

Pria yang menjagokan klub sepakbola Barcelona ini, merupakan salah satu orang yang menggagas sehingga berdirinya organisasi IPMI Makassar, yang sekarang dikenal dengan WTC (Wadu Tunti Community) Makassar. Ia juga merupakan Sekretaris Umum pertama di organisasi yang dimaksud.

Ayah satu anak ini, kini sedang melanjutkan studi Magister (S2) di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar pada jurusan Kesehatan Masyarakat. Di samping kuliah, bersama istrinya, ia juga sekarang sedang mengembangkan bisnis atau usahanya sendiri di kota Makassar. Luar biasa. Saya salut dan bangga sekali padanya.

Sosok pekerja keras dan kutu buku ini, di samping sebagai sahabat, juga sebagai salah satu guru saya. Bersyukur rasanya karena memiliki sahabat sekaligus guru seperti dirinya. Tentu, saya harus berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkan saya banyak hal selama ini, walaupun tidak secara langsung dan terang-terangan. Ya, diam-diam saya sering berguru padanya. Semoga saya mampu mengikuti jejak langkah hidupnya yang begitu tegar, pekerja keras, pantang menyerah, dan tidak mudah putus asa.

Wallahu a’lam.


Share This :