Menulis dan Makan

Menulis dan Makan
Oleh: Gunawan

Menulis dan makan merupakan dua aktivitas yang berbeda. Menulis merupakan aktivitas menuangkan berbagai ide, pengalaman, pengetahuan, dan lainnya ke dalam bahasa tulis. Sederhananya, menulis itu identik dengan proses merangkai kata dan kalimat sehingga menghasilkan sebuah tulisan. Sedangkan, makan merupakan memasukkan sesuatu ke dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya.

Walau secara definisi memiliki makna atau arti yang berbeda, namun kedua aktivitas ini juga memiliki persamaan, menurut saya. Salah satu persamaannya, adalah bisa dilihat dari subjek atau pelakunya.

Kita semua sudah tahu, bahwa makan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Manusia akan susah hidup bila tidak makan. Manusia akan gelisah bila perutnya kosong. Puncaknya, manusia akan merasakan lapar bila tidak makan, minimal dalam satu hari. Umumnya, orang-orang asli Indonesia makannya tiga kali dalam sehari. Artinya, bila hal ini tidak dipenuhi, apalagi sampai tidak pernah makan dalam sehari, dua hari, tiga hari, dan seterusnya, Anda tentu akan tahu efeknya. Yang paling dekat, adalah tentu rasa lapar itu sendiri. Karena makan sudah menjadi kebutuhan pokok, maka mau tidak mau, ini harus dipenuhi. Jika tidak, maka akan ada yang kurang dalam diri setiap individu.

Demikian juga bagi seorang penulis yang kesehariannya kerjaannya menulis, apalagi yang sudah mewakafkan hidupnya untuk berdakwah lewat tulisan. Tentu, menulis juga sudah menjadi salah satu kebutuhan primernya. Bila dalam sehari saja berhenti atau tidak menulis, maka akan ada yang kurang dalam dirinya. Mungkin saja ia akan gelisah, pikirannya kacau, dan atau lainnya. Hal demikian bisa saja terjadi, yang diakibatkan karena kebutuhan utamanya itu tidak dipenuhi (walau dalam sehari).

Sekali lagi, saya berasumsi, hal seperti ini juga dirasakan oleh seorang penulis yang sudah berkomitmen menulis rutin tiap harinya sejak dari dulu. Bila dalam sehari saja tidak menulis, apalagi dua sampai tiga hari, saya yakin ia akan merasa “lapar.” Dan, rasa “lapar” ini akan hilang manakala ia mau mengobatinya dengan menulis lagi dan lagi.

Saya juga demikian. Bila dalam sehari saja tidak melakukan aktivitas menulis, walau kadang asal-asalan, maka jiwa dan raga ini akan merasakan “kelaparan.”

Wallahu a’lam.

Share This :