Oleh: Gunawan
Menjamurnya media
sosial di abad ini, seolah menjadi wahana atau arena pertarungan bagi sebagian
orang. Tanpa memandang siapa di samping kiri kanannya. Adu argemun pun, ketika
ada persoalan, semakin tak bisa dihindarkan. Saling menonjolkan “kehebatan”
yang dipunya. Ujung-ujungnya tak berdampak pada kebaikan, melainkan hanya
melahirkan permusuhan hingga berakhir pada pertikaian. Mirisnya lagi, tak
sedikit di antara sesama muslim yang melakukan hal demikian. Padahal, sesama
muslim itu adalah bersaudara.
Ya, ada saja orang yang
memperdebatkan hal ini dan itu, tanpa mengetahui akar persoalannya. Hingga
efeknya, berujung pada saling mencaci, menghina, dan menghujat kiri kanan.
Belum lagi terhadap tokoh-tokoh tertentu, seperti tokoh agama, tokoh politik,
dan/atau tokoh lainnya. Ada yang pro dan juga kontra. Pendukung “madzhab” A
saling sikut dengan “madzhab” B, dan seterusnya.
Persoalan pro dan
kontra terhadap tokoh tertentu, merupakan suatu pilihan. Sah-sah saja. Tidak
ada yang melarangnya.Yang pro terhadap si A, silakan. Yang pro terhadap si B,
silakan. Semuanya adalah hak masing-masing individu.
Mendukung (pro)
terhadap tokoh tertentu yang patut diteladani (memiliki akhlak yang baik),
tentu merupakan dambaan tiap orang. Namun jangan salah, bahwa orang yang
mati-matian kita dukung atau idolakan adalah manusia biasa. Artinya, bahwa ia
juga berpeluang untuk melakukan dosa dan kesalahan.
Oleh karena itu, jangan
terlalu fanatik. Apalagi sampai tidak mau membuka diri hingga akhirnya mata
hati seolah buta. Kita harus mau mengakui kesalahan, jikalau orang yang kita
idolakan benar-benar melakukan kesalahan. Bukan malah sebaliknya, selalu
membenarkan setiap ucapan dan perbuatan sang idola tersebut, walau salah.
Jangan sampai juga kita mengatakan, bahwa segala sesuatu yang datang dari idola
kita adalah suatu kebenaran yang mutlak dan tidak boleh diganggu gugat. Jangan
sampai.
Bila kita mau
mencermati secara baik-baik, khususnya lewat media sosial, banyak orang yang
saling memaki dan menghina satu sama lain, salah satunya disebabkan karena beda
idola. Yang pro si A, akan berusaha mati-matian membelanya bilamana ada orang
yang tidak pro atau berseberangan dengannya. Bahkan, tidak jarang juga, ada
orang yang mem-fitnah tokoh yang berbeda paham dengan si A tersebut. Hingga
akhirnya, saling membenci pun tidak terelakkan. Beginikah cara hidup kita di
dunia ini? Apa susahnya kita menerima perbedaan di antara sesama? Tidak bisakah
kita bersikap dewasa?
Ayolah, jangan terlalu
fanatik. Yang mengidolakan si X, silakan. Tetapi, jangan terlalu fanatik. Yang
memuja atau mendukung si Y, silakan. Tetapi, jangan juga menutup diri dari
orang-orang yang tidak mendukung si Y atau tokoh-tokoh di luar si Y tersebut.
Mari, kita sama-sama
saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Hormati dan hargailah setiap
perbedaan yang ada. Eratkan persaudaraan dan hindari permusuhan di antara
sesama. Jangan sampai karena terlalu fanatik terhadap sesuatu, hingga kebenaran
dan kebaikan yang datang dari luar kita abaikan.
Kita harus saling
menghargai dan menghormati para idola dan/atau ulama di antara masing-masing
“kelompok.” Tak elok jika kita saling mengklaim kebenaran sepihak, dan
menganggap diri paling suci dan tak berdosa, sementara yang lain itu berada
pada jalan yang “sesat.” Alangkah bijak dan indahnya jika kita bisa saling
introspeksi diri, saling melihat ke dalam, agar hidup semakin harmonis dan
sejuk.
Jangan sampai orang di
luar Islam menertawai kita, oleh karena kita saling “menghantam” dan membenci
antarsesama muslim. Kita tak perlu memaksakan kehendak kepada orang yang tidak
sepaham dengan kita. Sekali lagi, kita perlu menghargai pandangan orang lain
sesuai “madzhab” mereka.
Perbanyaklah membaca,
agar wawasan kita semakin bertambah. Semakin sering kita belajar dan menghiasi
diri dengan beragam pengetahuan, kita akan semakin sadar, bahwa memang ilmu
Sang Khalik itu sangat luas. Sehingga, mampu menyadarkan kita, agar tak
menganggap diri kita yang paling benar. Sejatinya, semakin berilmu seseorang,
mestinya semakin terbuka hatinya untuk mau menerima perbedaan di antara sesama.
Utamakan persaudaraan dan keharmonisan di antara sesama muslim, meskipun kita
berbeda madzhab.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert