Oleh: Gunawan
Aku
begitu kecewa. Pikiranku semakin kacau. Langkahku kian tak terarah. Ingin
kuakhiri hidup agar tiada lagi beban yang kupikul. Sungguh, pikiranku semakin
tak waras. Hatiku penuh amarah. Kian hari kian memuncak.
Suara
di ujung telepon itu mencoba mengabarkan kepadaku bahwa engkau akan pergi untuk
selamanya. Engkau takkan kembali lagi. Itu yang kudengar dan terucap darimu.
Langsung dari bibirmu.
Ada
apa ini? Mengapa bisa menjadi seperti ini? Apakah ini hanya candamu saja? Beragam
pertanyaan tersebut tiba-tiba keluar dari mulutku. Mencoba menggali jawaban
dari semuanya. Ingin menjelajah dan menelusuri lorong-lorong pikiranmu.
Namun,
apa yang kudengar. Seratus delapan puluh derajat di luar sangkaku. Sungguh,
sangat disayangkan. Engkau begitu egois. Seketika engkau melupakan sebuah ikrar
kala itu. Tak ada guna lagi sumpah setia itu. Sudah engkau bumihanguskan
sendiri. Atau, engkau sedang amnesia? Entahlah. Tapi, yang jelas, mata rantai
itu engkau memutusnya sendiri.
Bahkan,
kabar itu adalah kabar terakhir darimu. Engkau pergi seolah telah diusir dari
rumah. Tak berjejak. Benar-benar menghilang. Hingga kini, berita pun tak
terdengar. Begitu sombong. Semoga saja engkau masih menghirup udara segar.
Semenjak
itu, aku hanya bisa mengatakan, pergilah ke mana pun engkau mau. Kalau itu
memang kehendakmu, bergegaslah. Tak perlu lagi ingat janji sedia kala. Anggap
saja itu tak ada agar engkau tenang di mana pun engkau berjalan dan menetap.
Jangan lagi menghubungiku apa pun yang terjadi. Sebab, aku juga akan menganggap
cerita selama ini tak nyata. Agar dalam setiap langkahku juga terarah.
Kini,
aku mencoba berpikir positif saja. Barangkali, itu sudah menjadi kehendak
Tuhan. Kita manusia hanya bisa merencanakan, namun semuanya akan ditentukan dan
kembali pada Sang Ilahi.
Manusia
hanya bisa berusaha dan berdoa. Segala daya dan upaya bisa saja ditumpahkan
sesuai keinginan kita. Itu sudah menjadi kewajiban setiap makhluk berdasi,
yaitu berusaha dan berdoa. Namun, hasil akhir ada di tangan Tuhan.
Aku
juga sadar, bahwa ini memang hanya mimpiku saja. Bunga tidurku di siang bolong.
Benar-benar tak nyata. Ya, sebuah mimpi yang mencoba menguras tenaga dan
pikiranku. Sungguh berat dirasa.
Walaupun
hanya sebuah mimpi, namun ia mampu memberiku pelajaran yang begitu berharga.
Mengajarkanku bahwa menjalani rutinitas hidup ini tidaklah begitu mudah. Pahit
manis pasti dirasakan. Jatuh bangun tentu akan terjadi dalam setiap roda
kehidupan. Susah senang akan kita alami.
Tak
selamanya kita bisa memiliki sesuatu. Akan ada saat di mana ia akan menghilang.
Tak selamanya kita bergembira ria dan penuh tawa. Ada saatnya di mana kita akan
menangis dan bersedih. Beginilah hidup memperlakukan kita. Semuanya datang
silih berganti. Tuhan ingin menguji hamba-Nya, siapa yang mampu bertahan dan
tetap bersyukur, meskipun sekadar lewat mimpi.
Wallahu a’lam.
Share This :
comment 0 comments
more_vert