Profesor Juga Manusia

Profesor Juga Manusia
Profesor Juga Manusia
Oleh: Gunawan

Kata “profesor” tentu tidak asing lagi di telinga kita. Apalagi bagi kalangan akademisi, terlebih masyarakat kampus pada umumnya. Profesor, biasanya dikenal oleh publik sebagai seorang pakar. Istilah lainnya juga adalah seorang guru senior atau guru besar.

Di Indonesia, gelar Profesor merupakan jabatan fungsional, bukan gelar akademis. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 Butir 3, yang menyebutkan bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Ada paradigma di masyarakat awam khususnya, bahwa profesor merupakan orang yang sangat-sangat cerdas, orang yang mengetahui segala sesuatu. Pokoknya orang yang serba tahu. Bahkan para masyarakat kampus (khususnya mahasiswa) pun, ketika bertemu dan berbincang dengannya banyak yang “takut.” Sangat banyak orang yang memuji profesor, layaknya Tuhan. Sebaliknya, sangat sedikit orang yang berani menentangnya ketika ia salah (baca: keliru) dalam menyampaikan materi perkuliahan atau sejenisnya.

Sadarkah kita bahwa profesor juga manusia? Artinya, bahwa tidak selamanya apa yang dilakukan atau disampaikannya itu selalu benar. Tidak semua pemikiran-pemikirannya “benar.” Ada kalanya ia keliru. Ada kalanya ia bertindak di luar koridor. Wajarlah, profesor juga manusia.

Menurut saya, bahwa seorang profesor “tidak ada bedanya” dengan orang lain (baca: orang yang bukan profesor). Ya, kita sama-sama makhluk Tuhan yang sedang belajar di alam kehidupan. Kedudukan masyarakat kampung, masyarakat kampus, dan para profesor adalah sama. Sama sebagai makhluk yang tidak pernah luput dari  dosa dan kesalahan. Karena sejatinya makhluk yang bernama manusia merupakan tempatnya dosa dan kesalahan.

Profesor tidak perlu “terlalu dihormati” layaknya seorang raja. Bertindaklah sewajarnya, sesuai dengan etika yang berlaku. Demikian juga, seorang profesor tidak boleh memaksa seseorang untuk menghormatinya. Profesor dan manusia lainnya (baca: yang bukan profesor) sama-sama sebagai makhluk Tuhan yang sedang belajar. Dengan demikian, buang jauh-jauh paradigma bahwa seseorang yang bergelar profesor adalah orang yang serba tahu dan serba bisa (baca: tidak pernah berbuat salah).

Sedikit cerita, pernah saya lihat dan perhatikan ketika saya berada di ruang perkuliahan. Banyak teman-teman saya yang tidak berani membantah (baca: menanggapi) apa yang dikatakan oleh profesor tersebut dalam menyampaikan materi perkuliahan. Padahal mereka tahu bahwa apa yang dikatakan olehnya (baca: profesor) memang salah/keliru. Mereka takut dan menganggap, bahwa profesor tersebut tidak akan mau menerima sanggahan dari mereka. Ada juga profesor yang ngotot dan tidak mau dibantah oleh mahasiswanya. Padahal semestinya seorang profesor harus bersikap dewasa. Harus siap dan mau menerima kritikan dan masukan dari siapa pun orangnya. Tidak boleh merasa dirinya paling hebat dan paling “benar.”

Wallahu a’lam.

Share This :