Pelajaran Berharga dari Tukang Cukur

Pelajaran Berharga dari Tukang Cukur

Oleh: Gunawan



Selasa, 14 November 2017, pukul 13.00 WIB, saya berangkat ke Kantor POS untuk mengirim paket buku sahabat Wadu Tunti Community (WTC) Makassar, dan beberapa buku solo saya yang dipesan oleh sahabat dunia maya. Usai itu, saya mampir di tempat cukur rambut. Saya tiba di situ sekitar pukul 13.47 WIB. Tentu, tujuan saya adalah untuk memotong atau mencukur rambut saya yang sudah mulai memanjang.

Sebelum memulai mencukur rambut, terlebih dahulu saya membaca koran yang disediakan khusus bagi siapa pun pelanggan yang berkenan membacanya. Sekitar 10 menit saya menikmati berbagai berita di koran sambil menunggu tukang cukur yang sedang membersihkan halaman depan dan memberikan makan burung-burung kesayangannya. Beberapa lama kemudian, baru saya dipersilakan untuk duduk dan bersiap untuk dicukur.

Di tengah-tengah bapak sedang asyik merapikan rambut saya, saya sedikit bertanya kepadanya. “Berbagai koran bekas itu, biasanya digunakan untuk apa, pak?” Begitu tanya saya. “Biasanya, diambil oleh tukang penjual nasi, Mas,” jawab beliau.
 
Ilustrasi
Nah, dari situlah saya langsung berkata kepada beliau, “bolehkah saya membeli koran bekas itu, pak? Bila bapak tidak keberatan, saya akan membeli semua koran bekas ini untuk saya bawa pulang ke kampung halaman, sebagai salah satu media belajar masyarakat di sana. Sebab, buku-buku, koran, atau media cetak lainnya susah sekali didapat di kampung saya. Setidaknya koran-koran bekas ini bisa menjadi salah satu media untuk membangkitkan minat baca kami, khususnya generasi muda.” Begitu lanjut saya.

Mendengar ucapan saya tersebut, dengan senang hati beliau ingin memberikan semua koran bekas itu. Kemudian saya juga memperoleh ilmu sekaligus pencerahan langsung dari beliau. Beliau mengatakan kepada saya, bahwa untuk menjadi orang sukses itu tidak perlu jauh-jauh datang cari kerja ke kota-kota besar, menempati posisi yang bagus dan gaji yang berlimpah, dan sebagainya. Cukup bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita, itu adalah kesuksesan yang sesungguhnya. Menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain, menginspirasi dan membahagiakan orang lain, apalagi membantu masyarakat di kampung agar gemar membaca, itu jauh lebih baik ketimbang menjadi orang yang duduk di kursi “legislatif atau eksekutif,” namun bisanya hanya menipu masyarakat dan memakan uang haram.

Sungguh luar biasa ide dan pemikiran beliau. Kalimatnya sederhana, namun maknanya cukup mendalam dan menggelitik. Ya, saya sepakat dengan beliau. Kesuksesan seseorang itu tidak semata-mata ditentukan oleh banyaknya harta yang dimiliki, mendapatkan posisi terpenting dalam suatu perusahaan atau organisasi, atau berbagai capaian besar lainnya. Namun, dengan membantu meringankan beban orang-orang di sekitar kita adalah juga bisa dikatakan orang yang sukses. Membantu mencerdaskan masyarakat di kampung, mengajak mereka untuk sama-sama belajar, menyediakan berbagai keperluan bacaan mereka meskipun tidak banyak, itu juga akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan yang dirasakan itu juga merupakan bagian dari kesuksesan yang kita raih.

Wallahu a’lam.
Share This :